Headlines
Published On:Friday, December 16, 2011
Posted by Bahar.Nor

Milad GAM Ke-35, Dua Pidato Berbeda Isi

Hari dideklarasikan Gerakan Aceh Merdeka oleh alm Hasan Tiro, yang ke 35 di peringati. Peringatan kali ini berbeda jauh dengan 10an tahun yang lalu, tau 6 tahunan lalu, saat itu peringatan Ultah GAM ini berlangsung ditengah hutan, dan lapangan bola didaerah pedalaman Aceh.  


Upacara digelar dengan pengerahan pasukan lengkap dengan senjata. Ber-iring azan bendera berkibar. 7 tahun terakhir yaitu pasca damai 15 Agustus 2005, peringatan Ultah GAM berubah menjadi doa-doa dan santunan anak yatim.

Pada peringatan ke 35th, mantan pentolan merayakan  ditempat yang dianggap layak dan berbeda untuk memperingati hari saklar itu. Berdasarkan laoran media, mantan Juru Bicara Pusat Swedia dan mantan Juru Runding GAM, Bakhtiar Abdullah memimpin peringatan Milad GAM ke-35 di Kompleks Makam Syiah Kuala di Banda Aceh pada  Minggu (4/12).

Dalam acara tersebut  dihadiri mantan petinggi GAM, antara lain Tgk Amni bin Ahmed, Tgk Mukhsalmina, dan mantan kombatan lainnya. Juga hadir Darwati A Gani (istri Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf), Kadis Syariat Islam Aceh Prof Dr Rusjdi Ali Muhammad SH MA, dan Tgk Abdul Haji Muthaleb pemimpin doa. Peringatan Milad GAM di Kompleks Makam Syiah Kuala dimulai sekitar pukul 08.30 WIB dan berakhir pukul 14.30 WIB. 

Dalam perayaan itu, Istri Gubernur Irwandi, Darwati A Gani  dan Bahtiar Abdullah menjamu sekitar anak yatim, juga ikut serta ratusan kaum ibu dari berbagai wilayah Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Selain itu ada pidato politik mantan Juru bicara GAM Swedia Itu :

Pidato Bahtiar Abdullah : 
Siapa Pemimpin Aceh Kita Serahkan Saja Pada Rakyat Pilihannya

Dalam pidato politiknya, Bakhtiar Abdullah antara lain mengatakan, sebuah organisasi dalam rentang waktu 35 tahun perjuangan telah menempatkan Aceh pada posisi saat ini. 

Musibah tsunami telah membuka mata dunia terhadap Aceh, konflik berkepanjangan pun berakhir dengan lahirnya perundingan damai di Helsinki.

“Damai untuk bermartabat semuanya. Kebijakan politik demokratis sesuai dengan undang-undang yang ada. Kita telah memberi model atau contoh kepada seluruh daerah lain dalam soal berdemokrasi, seperti calon independen dan adanya partai politik lokal (parlok) di Aceh,” kata Bakhtiar yang berpidato dalam bahasa Aceh selama 20 menit.

Bakhtiar mengajak semua elemen masyarakat Aceh untuk berlapang dada demi mempertahankan perdamaian yang telah tercipta. “Kita harus memperhatikan korban konflik seperti anak yatim dan janda. Mereka merupakan tanggung jawab kita semua,” kata Bakhtiar.

Bakhtiar juga berbicara soal pilkada untuk memilih pemimpin lima tahun ke depan yang sudah di ambang pintu. Hak setiap individu Aceh untuk memberikan suara, menentukan pilihan tanpa paksaan dari pihak mana pun. “Saya kira kita serahkan saja pada rakyat untuk menentukan pilihan siapa pemimpin yang diinginkannya,” tandas Bakhtiar.

Pada bagian akhir pidatonya, Bakhtiar meninggatkan semua pihak jangan sampai Aceh dijadikan uji coba yang tidak ada ukurannya. “Kalau ini yang terjadi kita semua akan rugi. Maka kita semua harus sepakat untuk menjadikan perdamaian seperti yang sudah tertera dalam MoU,” pungkas Bakthiar.

|||||

Pidato Malik Mahmud : Singkirkan Penghambat MoU

Sementara Malik Mahmud, Zaini Abdullah, Muzakkir Manaf, Humam Hamid, dll, memperingati di makam Tengku Chik Ditiro dan Makam Tengku Hasan Muhammad Ditiro di Meureu Aceh Besar.  Malik Mahmud dalam pidatonya disekitar makam dalam, judul yang ditulis harian Serambi indonesia adalah Singkirkan Penghambat MoU

mengatakan segala peraturan tentang Aceh harus sesuai amanah MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). “Jika ada ulat-ulat atau batu kerikil, bahkan batu besar yang menghambat proses ini, maka harus segera dibuang (disingkirkan),” kata Malik Mahmud.

“Jika ada yang belum sesuai MoU Helsinki dan UUPA, maka pemerintah harus segera membuat qanun tentang itu. UUPA adalah undang-undang khusus tentang Aceh sesuai butir-butir MoU Helsinki, 15 Agustus 2005,” lanjut Malik Mahmud ketika berpidato pada peringatan Milad ke-35 GAM yang dipusatkan di Kompleks Makam Pahlawan Nasional Tgk Chik Ditiro di Desa Lamglumpang, Kemesjidan Meureu, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar, Minggu (4/12).

Malik juga mengingatkan eksekutif dan legislatif memperjuangkan peraturan kekhususan ini agar Aceh lebih maju, sejahtera, dan mampu mempertahankan perdamaian. Beberapa penegasan Malik disambut gemuruh tepuk tangan masyarakat yang memadati lokasi kegiatan.

Saat berpidato sekitar setengah jam di podium, Malik Mahmud dikawal tujuh anggota Komite Peralihan Aceh (KPA) berpakaian seragam. Sebelumnya, Ketua KPA Pusat, Muzakir Manaf yang juga berpidato di podium dikawal delapan petugas keamanan KPA berpakaian seragam.

Ketua KPA Pusat mengatakan, milad ke-35 GAM kembali digelar di Kompleks Makam Pahlawan Tgk Chik Ditiro karena di lokasi itu tempat paling bersejarah. Pasalnya, selain makam Tgk Chik Ditiro, di sana terdapat dua makam keluarga Tgk Chik Ditiro, salah satunya Makam Deklarator GAM, Tgk Hasan Muhammad Ditiro. “Karena itu kita buat di sini agar lebih bermakna, sekaligus mengulang sejarah,” kata Muzakir.

Sebelum kedua elit KPA ini berpidato, acara dimulai sekitar pukul 08.30 WIB diawali doa bersama dipimpin seorang teungku mewakili Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA). Masyarakat serta pengurus PA dari berbagai kabupaten/kota juga ikut doa bersama itu. Selanjutnya, petinggi PA, dr Zaini Abdullah menyerahkan santunan secara simbolis kepada 35 anak yatim. Angka 35 itu sebagai simbol milad ke-35 GAM.

Setelah seluruh rangkaian peringatan milad berakhir kira-kira pukul 12.00 WIB, semua undangan makan kenduri bersama di kompleks makam. Informasi dihimpun Serambi, delapan sapi disembelih pihak KPA untuk kenduri.

Acara sekitar empat jam itu berlangsung sukses. Tak ada pengibaran bendera bulan bintang, seperti pada peringatan milad GAM sebelumnya ketika Aceh masih konflik. Kecuali bendera Partai Aceh (PA) yang dikibarkan.

Puncak peringatan Milad ke-35 GAM di Mureu dihadiri para elit PA, antara lain Yahya Muaz, Zakaria Saman, Muzakkir Abdul Hamid, Fachrul Razi, Said Fakhrul Razi, serta anggota DPRA dari Fraksi PA  yaitu Adnan Beuransyah dan Jufri. Juga terlihat pejabat yang mewakili Kapolda Aceh, Ketua DPD PDI-P Aceh Karimun Usman, dan akademisi Dr Humam Hamid.

Kegiatan tersebut juga dikawal pihak kepolisian dari Polres Aceh Besar, baik di lokasi Makam Pahlawan Tgk Chik Ditiro maupun di jalan raya kawasan Indrapuri sebagai pintu masuk ke lokasi acara yang berjarak sekitar 6 kilometer.

 |||||

Kedua intisari pidato tersebut mengandung pesan kekinian yaitu soal Pilkada. Malik Mahmud mengisyaratkan dengan tegas " Singkirkan Penghambat MoU " Malik Mahmud dalam GAM disebut menjabat Perdana Menteri, dr.Zaini memegang jabatan menteri luar negeri mereka hijrah ke Swedia dan bergabung dengan Hasan tiro disana. 

Banyak yang lain, termasuk Bahtiar Abdullah yang dulu menjabat Juru Bicara Pusat Gam di Swedia. Ketiganya juga mantan juru runding. Namun dalam pidato disekitar makam pada 4 Desember 2011 lalu, Malik dan Bahtiar -agak -atau- ya -agak-  terkesan, sudah beda tempat  ,isinyapun berbeda. 

Malik Mahmud mengatakan Singkirkan Penghambat MoU. Sementara Bahtiar Abdullah dalam kontek Pilkada.   "Kita serahkan pada rakyat siapa yang mereka pilih pemimpin Aceh kedepan. ? | AT |  Serambi | RD

Sumber:"Acehtraffic.com"

About the Author

Posted by Bahar.Nor on 6:44 AM. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

By Bahar.Nor on 6:44 AM. Filed under . Follow any responses to the RSS 2.0. Leave a response

0 comments for "Milad GAM Ke-35, Dua Pidato Berbeda Isi"

Leave a reply